Halo, aku Jasmine Oryza. Aku tumbuh dan tinggal di Bandung, kota yang selalu punya dua sisi, ramai tapi tenang, sibuk tapi hangat. Di kota inilah aku belajar bahwa hidup nggak melulu tentang seberapa cepat kita sampai, tapi seberapa dalam kita memahami setiap langkahnya.
Aku suka bertemu orang baru. Ada rasa hangat ketika percakapan kecil bisa berubah jadi cerita panjang. Aku suka berbagi tawa, suka lihat orang lain merasa lebih ringan setelah ngobrol. Mungkin karena itu teman-temanku sering bilang aku ini "happy virus." Tapi di balik tawa itu, aku juga punya sisi lain, aku perfeksionis, gampang khawatir, dan sering kali nggak enakan. Kadang aku terlalu sibuk memastikan semua orang nyaman, sampai lupa nanya ke diri sendiri, "Aku sendiri gimana?"
Namun dari situlah aku belajar: jadi baik ke orang lain itu penting, tapi jadi jujur sama diri sendiri juga perlu keberanian.
Waktu kecil, aku punya mimpi sederhana yaitu masuk ke SMP negeri impian. Tapi hidup waktu itu punya rencana lain. Aku gagal. Rasanya seperti ditutup pintu besar tepat di depan muka. Tapi ternyata, di balik pintu itu, ada ruang lain yang justru membentukku jadi lebih tangguh. Di SMP itu aku belajar mengenali diriku, belajar bangkit, dan belajar bahwa arah terbaik kadang justru bukan yang kita inginkan dari awal.
Ketika masuk SMA, dunia rasanya melebar. Aku mulai bertemu berbagai karakter, pemikiran, dan cerita. Setiap pertemuan seperti cermin kecil, ada yang memantulkan semangat, ada juga yang menunjukkan hal-hal yang harus aku perbaiki. Lalu kuliah di ITB membuka bab yang sama sekali baru. Rasanya seperti dilempar ke "kolam ikan yang jauh lebih besar", ada ikan yang lebih cepat, lebih berwarna, lebih menonjol. Tapi aku sadar, setiap ikan punya arusnya sendiri. Aku nggak harus berenang seperti mereka, aku cukup menemukan ritme renangku sendiri.
Menulis jadi pelabuhan kecilku. Lewat kata-kata, aku bisa menenangkan diri, bisa jujur tanpa takut dihakimi. Aku suka menulis narasi yang dekat dengan keseharian, tentang perasaan, perjalanan, atau momen-momen kecil yang sering terlewat. Buatku, menulis itu bukan cuma cara untuk bercerita, tapi juga cara untuk memahami. Karena kadang, baru lewat tulisan aku benar-benar sadar: "Oh, ternyata itu yang aku rasakan."
"Aku ngga ingin selalu jadi pusat cahaya. Cukup jadi diri sendiri yang terus belajar, terus tumbuh, dan nggak berhenti mencari makna."